LPM UIN Sunan Kalijaga Gelar Rapat Koordinasi Pemantauan Evaluasi Peringkat Akreditasi (PEPA)

Pada hari Senin, 11 Juli 2022, UIN Sunan Kalijaga menggelar Rapat Koordinasi Pemantauan Evaluasi Peringkat Akreditasi (PEPA) dari pukul 09.00 hingga 12.00 WIB. Acara tersebut berlangsung di Ruang Rapat Lantai 1 Gedung Prof. KH. Saifuddin Zuhri dan diawali dengan sambutan dari Ketua Lembaga Penjaminan Mutu (LPM) UIN Sunan Kalijaga, Dr. Muhammad Fakhri Husein.
Rapat ini dihadiri oleh 70 peserta dari berbagai fakultas dan departemen di UIN Sunan Kalijaga.
Dalam rapat ini, Dr. Muhammad Fakhri Husein mengemukakan sejumlah poin penting seputar PEPA:
1. Pada Januari 2022, Peraturan BAN PT tentang PEPA diterapkan, yang mengharuskan perubahan dalam praktik yang telah berjalan.
2. Dalam PEPA, terdapat berbagai persiapan sistem yang harus dilakukan. Universitas perlu mengevaluasi aplikasi yang telah disiapkan oleh PTIPD guna memastikan kesiapan perpanjangan akreditasi. Aplikasi ini akan membantu pemenuhan akreditasi.
3. Meskipun PEPA saat ini di bawah koordinasi PTIPD, lembaga akreditasi independen akan melaksanakannya pada waktunya. Untuk memenuhi perpanjangan akreditasi, semua program studi harus lolos pemantauan.
4. Aplikasi ini akan menghasilkan laporan pemantauan setiap bulan. Bagian akademik akan menyampaikan laporan, atau pihak yang berkepentingan dapat mengambil inisiatif. Setelah pemantauan, BAN PT akan melakukan pemantauan selama 6 bulan dan memantau setiap bulannya.
5. Program studi di LAM (Lembaga Akreditasi Mandiri) akan mengadopsi format dari BAN PT saat waktunya tiba.
6. Mulai dari tahun 2022, akan ada pemantauan PDDIKTI yang memerlukan persiapan data.
7. PEPA memiliki tiga level: S1, S2, dan S3, dan PTIPD telah bergerak cepat dalam menyiapkan aplikasi ini.
Tim PTIPD memberikan informasi tambahan:
1. Terdapat sembilan indikator, dengan indikator 1 hingga 7 menjadi yang wajib. Indikator-indikator ini mencakup data mahasiswa, dosen, lulusan, efektivitas, dan produktivitas. Masing-masing indikator memiliki rumus tersendiri yang perlu diperhatikan.
2. Dalam dua program studi terakhir, terdapat masalah data yang belum memenuhi persyaratan kelulusan.
3. Data akan dimasukkan ke dalam aplikasi mutu. Setelah berhasil dimasukkan, data dan tabel IPEPA akan terisi. Data acuan berasal dari PDDIKTI, sesuai tabel yang diperlukan IPEPA. Ada sembilan elemen dalam enam tabel tersebut.
4. Data PDDIKTI akan muncul ketika akademik melaporkan data dari SIA ke PDDIKTI. Setiap semester, mahasiswa harus melakukan KRS dan membayar.
Program BAA S3 FITK menyampaikan kendala terkait jumlah mahasiswa:
Terkait jumlah mahasiswa, terdapat kendala sejak awal PMB hingga penerimaan ketiga, di mana jumlah mahasiswa kurang dari 10. Pihak program studi mengajukan agar penerimaan dilakukan tidak setiap semester, tetapi setiap tahun akademik. Tahun pertama ada 7 mahasiswa, tahun kedua ada 7 mahasiswa, dan semester genap terakhir hanya ada 5 mahasiswa.
Dr. Muhammad Fakhri Husein menyampaikan beberapa poin penting:
1. Perlu hati-hati dalam menambahkan program studi baru, termasuk aspek sarana, prasarana, dan SDM, karena sekarang jumlah mahasiswa baru menjadi perhatian.
2. Solusi dapat didiskusikan di tingkat fakultas untuk meningkatkan jumlah mahasiswa.
3. Terdapat 10 program studi baru yang diajukan, dan yang menjadi perhatian adalah sarana dan prasarana, jumlah dosen, dan calon mahasiswa baru.
Tim PTIPD memberikan beberapa catatan tambahan:
1. Program S2 dan S3, terutama pada tahun pemantauan, harus memiliki setidaknya 6 lulusan baru. Penerimaan mahasiswa baru harus minimal 10 orang. Untuk program sarjana, rata-rata penurunan jumlah lulusan dalam lima tahun terakhir harus kurang dari 30%.
2. Pemantauan harus dilakukan setiap tahun, terutama pada tahun terakhir sebelum akreditasi berakhir.
3. Perlu berhati-hati terkait penerimaan mahasiswa baru agar tidak mengubah target penerimaan mahasiswa. Kelulusan harus tetap stabil, tidak naik atau turun secara drastis.
Dekan FDK menyarankan penambahan satu orang di bidang akademik yang khusus memantau data tersebut agar tidak terlambat.
Tim PTIPD menyampaikan agenda selanjutnya dan menekankan pentingnya mengisi instrumen monitoring secara tepat waktu.
Didik Rohmat menuturkan bahwa mereka akan menyusun rekap, dan pihak yang berkepentingan dapat memeriksanya di mutu.uin-suka.ac.id.
Dalam sesi berikutnya, Akademik menyoroti masalah lulusan yang tidak lulus tepat waktu karena beban SKS yang tinggi. Pada tahun 2018, contohnya, program studi Ilmu Hadist menerima sekitar 120 mahasiswa, namun jumlah lulusan saat ini hanya sekitar 30 orang.
Selain itu, per 1 September 2022, semua program studi diwajibkan untuk meluluskan mahasiswa angkatan 2019. Perlu diperhatikan bahwa sebagian besar mahasiswa melakukan munaqosyah antara Juni dan Desember, sedangkan IPEPA memerlukan laporan bulanan. Oleh karena itu, diharapkan ada penjadwalan munaqosyah setiap bulan.
Perbedaan data antara SIA dan PDDIKTI juga menjadi perhatian. Perlu dipastikan bahwa data terlaporkan dengan benar. Terdapat juga mas
alah ketika mahasiswa sudah munaqosyah, tetapi tidak mendaftar KRS di semester berikutnya, serta mahasiswa yang selesai munaqosyah namun belum mendaftar yudisium.
Pada masa pandemi, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud)/Kementerian Agama (Kemenag) mengeluarkan perpanjangan studi, misalnya perpanjangan S1 angkatan 2015. Namun, perpanjangan tersebut tidak boleh melebihi 7 tahun dan jumlah KRS terakhir adalah 14. Tanggal lulus tidak boleh lebih dari 31 Agustus 2015.
Rizal dari Akademik menekankan bahwa jika terdapat mahasiswa yang sudah membayar dan kemudian menghilang di semester pertama, hal tersebut harus segera dilaporkan. Jika tidak dilaporkan, data ini akan terlihat di PDDIKTI dan menjadi faktor pembagi yang memengaruhi statistik mahasiswa.
Dekan FEBI menyarankan agar prodi diingatkan terkait PEPA dan agar mereka melaksanakan pemantauan data dengan baik.
Dr. Muhammad Fakhri Husein menekankan siklus Pemantauan dan Evaluasi Penjaminan Peningkatan Mutu (PPEPP) yang mencakup aspek penetapan standar mutu. Dalam PPEPP ini, ada perubahan standar mutu, yakni tetap ada 29 standar mutu, namun ada tambahan Indikator Kinerja Utama (IKU) dan Indikator Kinerja Tambahan (IKT). Pihak universitas memasukkan IKU dan IKT ini di setiap Lembaga Akreditasi Mandiri (LAM) karena setiap LAM memiliki tahapan pelampauan standar nasional.
Dampaknya adalah dokumen standar mutu akan berbeda tergantung pada LAM yang dimaksud. Di aspek pelaksanaan, program kerja mengacu pada 29 standar mutu dan disesuaikan dengan pemenuhan IKU dan IKT standar mutu. Program studi kemudian menyiapkan laporan kesesuaian program kerja dan pemenuhan IKU dan IKT standar mutu. Peraturan ini mulai berlaku pada semester gasal tahun 2022/2023.
Evaluasi kinerja IKU dan IKT dalam bentuk Asesmen Mutu Internal (AMI) dilakukan dua kali setahun. Monitoring IKU dan IKT harus dilakukan melalui berbagai kegiatan, dan laporan ini digunakan untuk pengisian borang akreditasi.
Saat pandemi, Kementerian dan Kemenag mengeluarkan perpanjangan studi. Dr. Muhammad Fakhri Husein menekankan perlunya meningkatkan standar mutu dan akreditasi internasional.