Benchmarking Universitas Tidar, Poltekkes Negeri Malang, Poltekkes Negeri Padang, dan Universitas Kristen Indonesia ke Lembaga Penjaminan Mutu UIN Sunan Kalijaga

Yogyakarta, 13 Juni 2024 – Dalam upaya memperkuat kolaborasi sertaberbagi pengetahuan terkait peningkatan kualitas pendidikan dan penjaminan mutu perguruan tinggi, LPM UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta menjadi tuan rumah kegiatan benchmarking yang melibatkan empat institusi pendidikan tinggi, yaitu Universitas Tidar, Poltekkes Negeri Malang, Poltekkes Negeri Padang, dan Universitas Kristen Indonesia. Acara ini berlangsung di Ruang Rapat Gedung Rektorat Lantai 1 UIN Sunan Kalijaga, dan dihadiri oleh 42 peserta dari berbagai institusi.

Rapat dimulai dengan sambutan dari Dr. Sri Rohyanti Zulaikha S.Ag. SS. M.Si, yang membuka sesi diskusi dengan menekankan pentingnya akreditasi dalam menentukan standar kualitas pendidikan di perguruan tinggi. Beliau juga menegaskan komitmen UIN Sunan Kalijaga dalam mempertahankan dan meningkatkan status akreditasi yang telah dicapai.

Akreditasi dan Internasionalisasi Pendidikan Tinggi

Dalam sesi awal, Dr. Muhammad Fakhri Husein, S.E., M.Si., selaku Ketua LPM UIN Sunan Kalijaga, memaparkan capaian UIN Sunan Kalijaga dalam bidang akreditasi. Hingga saat ini, 49 dari 70 program studi di UIN Sunan Kalijaga telah terakreditasi unggul oleh BAN-PT, dengan 18 program studi di antaranya juga memperoleh akreditasi internasional dari FIBAA, dan 11 program studi lainnya mendapatkan pengakuan dari AUN-QA. Total ada 29 program studi yang telah terakreditasi secara internasional.

Namun, Dr. Fakhri juga mengungkapkan adanya tantangan baru, yakni keputusan BAN-PT yang tidak lagi mengakui akreditasi internasional dari FIBAA. Meskipun demikian, UIN Sunan Kalijaga tetap berkomitmen untuk terus mengembangkan sistem dan strategi akreditasi yang mendukung internasionalisasi pendidikan tinggi di Indonesia.

Pengembangan Sistem dan Implementasi Outcome-Based Education (OBE)

Topik selanjutnya yang dibahas adalah implementasi Outcome Based Education (OBE) di UIN Sunan Kalijaga. Menurut Dr. Fakhri, penerapan OBE tidak hanya memerlukan perubahan pada kurikulum, tetapi juga penyesuaian sistem penjaminan mutu yang mengacu pada pendekatan PPEPP (Penetapan, Pelaksanaan, Evaluasi, Pengendalian, dan Peningkatan).

Dr. Epha Diana Supandi, M.Sc., salah satu pembicara dalam sesi ini, menambahkan bahwa UIN Sunan Kalijaga telah mempersiapkan pedoman dan panduan yang diperlukan untuk Sistem Penjaminan Mutu Internal (SPMI), yang mencakup penetapan standar, pengembangan kurikulum, serta pedoman akademik dan mutu. Sistem penjaminan mutu ini didukung oleh 26 pengendali mutu yang tersebar di berbagai fakultas dan program studi.

Kepala Pusat Akreditasi Informasi Publikasi Internasional dan Pemeringkatan LPM UIN Sunan Kalijaga, Andi, M.Sc., juga memaparkan inovasi yang telah dilakukan UIN Sunan Kalijaga dalam hal survei kepuasan pengguna. Saat ini, sistem survei telah berbasis web, yang memudahkan pengumpulan data secara real-time dan akurat. Ini merupakan bagian dari upaya untuk meningkatkan transparansi dan responsivitas dalam manajemen mutu.

Denisa Apriliawati, M.Res., selaku Kepala Pusat Audit dan Pengendali Mutu LPM UIN Sunan Kalijaga, melanjutkan dengan menjelaskan proses Audit Mutu Internal (AMI) yang dilakukan di UIN Sunan Kalijaga. AMI dilaksanakan tiga kali setahun, dengan indikator kinerja utama (IKU) dan indikator kinerja tambahan (IKT) yang jumlahnya mencapai 400. Setelah audit, hasilnya dievaluasi melalui rapat tinjauan manajemen untuk menentukan langkah tindak lanjut.

Kolaborasi dan Tantangan dalam Pengembangan Sistem

Diskusi semakin hangat ketika perwakilan dari Universitas Tidar, Setyo Prajoko, mengajukan pertanyaan mengenai pengembangan sistem di kampus mereka yang masih baru dalam menerapkan OBE. Setyo juga meminta bimbingan dari UIN Sunan Kalijaga terkait sistem survei kepuasan mahasiswa dan integrasi sistem akademik lainnya.

Menanggapi hal tersebut, tim LPM UIN Sunan Kalijaga menjelaskan bahwa salah satu strategi yang efektif dalam mendapatkan partisipasi penuh dari responden, baik dosen, mahasiswa, maupun tenaga kependidikan, adalah dengan mengintegrasikan kewajiban pengisian survei ke dalam sistem akademik. Contohnya, mahasiswa tidak dapat melihat Kartu Rencana Studi (KRS) sebelum mengisi survei, dosen tidak bisa mengunggah remunerasi, dan tenaga kependidikan tidak dapat melakukan absen pulang jika tidak mengisi survei. Pendekatan ini telah terbukti meningkatkan responsivitas dan akurasi data survei yang kemudian digunakan untuk merumuskan Rencana Kerja Universitas (RKU).

Tantangan dalam Pelaksanaan AMI dan Remunerasi

Perwakilan dari Poltekkes Negeri Malang, Pak Budi, mengangkat isu mengenai manajemen remunerasi dan pelaksanaan Audit Mutu Internal (AMI) di UIN Sunan Kalijaga. Pak Budi menanyakan apakah remunerasi bagi dosen yang terlibat dalam program studi yang sudah terakreditasi internasional mendapatkan 200%, serta bagaimana manajemen Surat Keterangan Pendamping Ijazah (SKPI) diatur di UIN Sunan Kalijaga?

Pertanyaan tersebut dijawab Tim LPM UIN Sunan Kalijaga dengan menjelaskan bahwa pelaksanaan AMI dibagi menjadi dua semester, yaitu semester ganjil dan genap, dengan melibatkan sekitar 50 auditor setiap kali audit. Namun, jumlah ini dianggap belum ideal karena satu auditor harus mengaudit dua auditee. Mereka juga menjelaskan bahwa indikator kinerja yang diaudit telah dikurangi sehingga proses audit menjadi lebih fokus dan efisien.

Penutupan dan Rencana Tindak Lanjut

Setelah diskusi selesai, rapat ditutup oleh Dr. Muhammad Fakhri Husein S.E., M.Si., yang menegaskan pentingnya komunikasi intensif antar unit dalam pengembangan sistem yang berkelanjutan. Selain itu, beliau juga menyampaikan bahwa UIN Sunan Kalijaga siap untuk terus berbagi pengalaman dan pengetahuan dengan institusi lain dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan tinggi di Indonesia.